Selasa, 30 April 2013

Perlindungan Konsumen


Pengertian Konsumen
 adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
6.Hak-hak Konsumen
Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1.Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan 2.barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
3.Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
4.Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
5.Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
Hak Pelaku Usaha

1.hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai 2.tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
3.hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
4.hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
5.hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
6.hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.2.beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha yang akan kita bahas nanti.
Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kwitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen.
Dengan pencantuman Klausula Baku posisi konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :
1. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;
2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Contoh Klusula Baku yang dilarang Undang-Undang Perlindungan Konsumen antara lain sebagai berikut :
* Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa “ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka ;
* Kwitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan :
o “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” ;
o “Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan” ;
BATAL DEMI HUKUM
* Setiap transaksi jual beli barang dan atau jasa yang mencantumkan Klausula Baku yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku;
* Konsumen dapat menggugat pelaku usaha yang mencantumkan Klausula Baku yang dilarang dan pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana denda atau pidana penjara;
* Pencantuman Klusula Baku yang benar adalah yang tidak mengandung 8 unsur atau pernyataan yang dilarang dalam Undang-Undang, bentuk dan pencantumannya mudah terlihat dan dipahami;


Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, sanctie, seperti dalampoenale sanctie yang terkenal dalam sejarah Indonesia di masa kolonial Belanda
Sanksi yang melibatkan negara:
1.      Sanksi internasional, yaitu langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik.
2.      Sanksi diplomatik, yaitu penurunan atau pemutusan hubungan diplomatik, seperti misalnya penurunan tingkat hubungan diplomatik dari kedutaan besar menjadi konsulat atau penarikan duta besar sama sekali.
3.      Sanksi ekonomi, biasanya berupa larangan perdagangan, kemungkinan dalam batas-batas tertentu seperti persenjataan, atau dengan pengecualian tertentu, misalnya makanan dan obat-obatan, seperti yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Kuba.
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
1.Pengembalian uang atau
2.Penggantian barang atau
3.Perawatan kesehatan, dan/atau
4.Pemberian santunan
5.Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
1.maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
1.Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
2.Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
1.Pengumuman keputusan Hakim
2.Pencabuttan izin usaha;
3.Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
4.Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
5.Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar